MENU UTAMA

Saturday, April 28, 2007

Awas virus Smackdown

ARENA SMACK DOWN ORANG TUA vs ANAK-ANAK TV

Tayangan smack down di berbagai daerah telah banyak membawa korban mulai yang luka ringan, patah tulang sampai korban meninggal dunia. Ironisnya yang menjadi korban justru kalangan anak-anak dan remaja yang bermaksud hanya main-main dan meniru adegan-adegan tersebut. Seperti di ketahui umum masa kanak-kanak dan remaja yang sedang tumbuh dan berkembang selalu di awali dengan proses imitasi terhadap lingkungan sekitarnya.Pada tahapan ini kanak-kanak selalu mencari sosok yang di jadikan figure hero, kemudian menirunya mulai dari gaya bicara, pola pakaian, model rambut bahkan termasuk juga prilaku dari para hero yang menjadi sosok panutannya. Televisi seakan-akan telah menjadi figur panutan menggantikan peran orang tua bagi anak-anak dan remaja dalam berperilaku, Fredeick Williams (1985).
Dimanakah sosok orang tua yang semestinya menjadi panutan anak-anak dan remaja? Nampaknya telah terjadi pergeseran nilai budaya dan sosial. Orang tua mulai mempunyai kecenderungan waktu yang semakin sempit untuk berkumpul bersama keluarga. Sebagai alasan pembenarnya adalah makin sibuknya orangtua untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun agaknya para orangtua juga mulai lupa bahwa kebutuhan keluarga dan anak-anaknya tidak hanya cukup dengan kucuran materi yang di dapatkannya setelah sekian jam berkutat dengan pekerjaan dan begitu tiba di rumah kelelahan telah menderanya. Sehingga tidak ada waktu lagi untuk sekedar menemani anak-anak belajar atau berkumpul di ruang keluarga.
Banyak orang tua beranggapan, membiarkan anak-anak dirumah dengan menonton siaran televisi akan lebih aman ketimbang membiarkan mereka bermain di luar. Betapa orang tua mulai lupa, bahwa si kotak sakti ini juga bisa memberikan dampak psikologis yang kuat pada anak- anak, baik itu yang positif maupun pengaruh yang negatif. Tentu saja orang tualah yang harus menjadi filter dari buaian program acara televisi. Jangan sampai peran orang tua sebagai pengasuh dan pendidik anak-anak tergantikan posisinya oleh kehadiran si kotak sakti ini.
Tayangan smack down di Lativi telah dihentikan hari rabu 29 november yang lalu, setelah begitu banyak elemen masyarakat yang mengancam akan menuntut lembaga penyiaran ini. Sebelum jatuh korban seakan-akan masyarakat kita tidak peduli dengan tayangan kekerasan dalam kemasan sportainment semacam smackdown yang sebetulnya kalau kita mau jujur sangat jauh dari peran mendidik dan nilai-nilai sportivitas. Agaknya masyarakat lebih bisa spontan untuk mengkritisi hal-hal yang berkaitan dengan SARA dan pornografi karena di nilai tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa. Sementara itu tayangan yang berbau klenik dan kekerasan begitu membius masyarakat, atau jangan-jangan budaya masyarakat kita memang tidak pernah bisa lepas dari aroma asap dupa dan liatnya otot atau kerasnya tulang. Padahal kalau dicermati lebih teliti tayangan-tayangan tersebut juga sama-sama mampu menjadi virus yang menggerogoti kejiwaan anak-anak dan remaja.
Media komunikasi yang satu ini memang benar-benar sakti, suatu kelebihan yang layak di waspadai adalah kepiawaiannya menghadirkan realitas semu menjadi seakan-akan nampak nyata, inilah yang agaknya juga belum disadari oleh orang tua korban tayangan smackdown atau orang tua lainnya sehingga membiarkan anak-anak dan remaja terlena dengan tayangan dan adegan-adegan gila sehingga mereka leluasa menirunya.
Sejak kehadirannya televisi memang sudah menuai banyak kontroversi. Telah banyak pakar komunikasi yang melakukan studi penelitian mengenai dampak pengaruh televisi, namun sampai saat ini juga masih timbul pro dan kontra. Ibarat sebuah pisau tentunya, di satu sisi ada nilai guna dan sisi lainnya mampu menimbulkan bahaya. Dan kenyataannya betapa banyak saudara kita di daerah terpencil yang sangat menantikan kehadiran siaran televisi bahkan tidak sedikit diantara mereka yang harus nebeng ke tempat tetangga hanya untuk nonton televisi atau ada juga yang harus berjalan jauh hanya untuk sesaat membebaskan diri dari keterkungkungan. Begitu juga si kotak sakti ini telah menjadi barang yang sangat diidam-idamkan untuk dimiliki dan segera menempati ruang keluarga dan bahkan telah diterima sebagai anggota keluarga.
Para pengelola televisi sebagai institusi penyiaran juga harus memahami serta mau menjalankan misi sosialnya, karena mau tidak mau siaran televisi selalu berkaitan dengan kepentingan publik. Seperti kita tahu public audience TV bukan hanya orang dewasa tapi juga anak-anak dan remaja. Disinilah kearifan dan kebijaksanaan serta tanggung jawab moral para pengelola TV di perlukan, sebagai pelaksana fungsi edukasi, informasi dan hiburan. Bukan hanya semata-mata demi kepentingan subyektif pengelola yang hanya berdasar pada kalkulasi ekonomi atau kepentingan politis belaka.
Rambu-rambu aturan penyiaran harus tegas dan diperjelas tanpa maksud mengekang kreatifitas lembaga penyiaran. Begitu juga sudah semestinya jika pemerintah memberikan perlindungan terhadap para konsumen media.
Nah, para orang tua tentunya tidak akan melarang anak-anaknya nonton siaran TV bukan? Kita tidak mungkin kembali kemasa primitif dan terus menerus menghindar dari tayangan televisi sementara di luar sana arus informasi dan perubahan begitu deras mengalir. Diakui atau tidak kita adalah bagian dari kebutuhan informasi dan hiburan. Sedangkan edukasi merupakan tanggung jawab kita bersama. Andapun tentunya tidak akan rela melihat anak-anak dan remaja terjerumus akibat memilih saluran arus yang salah. Orang tua mesti lebih berperan dalam memilih dan menyediakan bahan bacaan anak-anak. Atau setidaknya secapek-capeknya orang tua seharusnya tidak egois membiarkan anak-anaknya nonton dan memilih saluran televisi sendirian.
Tayangan adu otot dan teriakan-teriakan yang mendewakan kekuatan ini memang telah di hentikan. Tapi ingat virus telah menyebar dan siap menebar ancaman anak-anak siapa saja. Dampak ini tidak mungkin dihentikan dalam waktu sesaat. Kembali orang tua dan lingkungan anak-anak baik di rumah, di sekolah maupun di arena bermain mempunyai tugas dan peran untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada anak-anak dan remaja. Semoga tidak bertambah panjang deretan nama korban iseng smack down maupun korban tayangan-tayangan lainnya***

No comments:

 

MENU UTAMA: